Sabtu, 27 Februari 2010

Mencoba Menulis Cepat

Pagi ini duduk di meja kerja saya yang berantakan. Bos saya sedang pergi, menunggu waktu datang untuk menelepon orang. Sedikit bengong, saya ingin mencoba menulis dengan gaya milik teman saya. Tanpa kiasan tanpa bias kata. Dengan sedikit teori menulis cepat tanpa berpikir panjang. Cukup menulis apa yang terlintas dalam kepala saat ini. Teman saya itu sering menulis seperti ini, menceritakan harinya, dan menurut saya tidak membosankan sama sekali. Malah cenderung luar biasa dan saya mencoba mengikutinya, katanya menulis seperti ini bisa meringankan hati. Hal yang saya butuhkan saat ini. 

Dimulai dari bercerita tentang apa yang saya lihat tadi pagi ketika perjalanan menuju tempat kerja. Jalanan yang selalu tak saya sukai, dengan titik-titik terdinginnya dalam komplek rumah besar yang isinya hanya pembantu saja. Beberapa pemandangan bagus saat melewati kebun buah naga merah yang tadi mulai berbuah. Lalu ada satu kebun luas yang ada alat tenunnya, diluarnya ada bapak-bapak tua dan cucunya sedang membeli jamu dari mbak-mbak penjualnya yang memakai sepeda. Lalu tumben matahari bersinar terang. 

Bangun tadi pagi dengan perasaan entah apa. Setelah semalaman tidur dan terbangun karena mimpi yang tidak enak. Kata beberapa teman saya, terkadang perasaan saya kuat sekali, dan dari mimpi itu saya merasa tidak cukup baik, tapi kata ibu saya jangan percaya mimpi. Saya jadi bingung karena perasaan tidak enak itu didukung pesan-pesan teks dalam ponsel saya, dari seseorang yang entah merasa atau tidak, saya sangat bingung. Saya tidak tahu mau menulis apa tentang dia, tapi saya juga sama tidak mengenalnya sebaik biasanya. Baru beberapa saat tapi entah kenapa saya ingin menyalahkannya. Karena saya tidak bersalah, disini saya yang jadi korban. Lho, kenapa saya jadi curhat begini sih? Toh saya tetap memakai bias kata disini. Sudah gaya saya rupanya, saya tidak bisa membuat tulisan ini lebih simple dan mudah dimengerti. Ujung-ujungnya saya seperti bicara kosong saja. Tanpa makna. Ah, saya iri pada teman saya yang bisa menulis dengan gaya yang simple itu. Saya kangen. Ingin bercerita padanya. Ini tentang apa yang kami sebut-sebut beberapa hari belakangan ini. Sesuatu yang masih saya pertanyakan, tapi saya tidak mengerti ujungnya. Berkali-kali saya sudah selalu menegaskan pada diri saya untuk jangan terlena dengan sedikit keringanan dan kesenangan, jadi ketika kesakitan itu datang saya tidak terlampau jatuh dan terhempas. Bukankah sudah berapa kali saya tertimpa hal seperti ini. Dasar keledai. Mengulangi kesalahan yang sama. Ujung-ujungnya saya yang rugi. Walau tak terduga akhirnya saya akan begini toh perasaan ini tidak bisa bohong. Ada yang terluka disini walau sedikitnya. Sialan. Saya tertipu. Tapi saya juga menipu. Bingung. Tak ada waktu.




pictures from here