Selasa, 23 November 2010

Hari Kedua Puluh Tiga. Warna dan Makna.

Mari bicara tentang warna dan makna kembali. Saya suka pembahasan yang satu ini. Sering hanya lewat di kepala saja. Tapi sungguh kebenarannya saya setujui. Tentang warna-warna yang kosong makna. Tentang makna-makna yang tak berwarna. Keduanya tidak saling memiliki. Lalu dipertanyakan kepada saya. Kamu pilih yang mana?

Kalau kau pilih warna, maka hanya warna itu saja yang kau punya. Maknanya kabur. Hilang.
Kalau kau pilih makna, maka warnanya pupus. Luruh seperti kena air.
Masih pikiran itu di kepalamu?
Masih konservatif seperti itu?

Orang itu pasti menertawakan kamu habis-habisan karena kau memiliki pemikiran itu sedari dulu. Tidak, sayang.. tidak semua begitu. Warna itu bisa saja memiliki makna. Tapi warnanya kemudian akan jadi abu-abu. Tak solid. Warna sekunder. Atau malah tersier? Apapun itu, tetap saja berwarna. Maknanya justru terlihat dari warna-warna yang sekunder dan tersier itu. Tertulis di dalamnya. Yang kau perlukan hanya mengintip. Apa kau lihat makna itu? Intiplah, rasakan sedikit maknanya. Warna-warna itu punya makna. Kau tahu itu.

Makna pun bisa saja berwarna. Walau mungkin maknanya tak menjadi terlalu penting. Seperti kacang melinjo dalam semangkuk sayur asem. Seperti baju hangat tipis di musim panas. Ada atau tidak ada tak akan berpengaruh. Tak akan terlalu digubris. Pandangan sebelah mata sudah cukup. Apapun itu, tetap saja bermakna. Dan warnanya? Ah, inilah perpotongan. Kita kembali. Warnanya sudah pasti abu-abu. Perpotongan. Sekunder dan tersier tersebut.

Saya sempat bingung menulis tentang warna yang sedikit bermakna dan makna yang sedikit berwarna. Bukankah itu sama saja? Saya memaparkan dalam dua paragraf, mencoba membalik. Tapi pada ujungnya itu sama saja. Warna dengan sedikit makna dan makna dengan sedikit warna. Inilah perpotongan. Artinya sama dengan.

Sok bicara matematis padahal tak mahir matematika. Kalau ada bagan lingkaran itu, saya bisa menggambar perpotongan ini. Saya tidak bodoh-bodoh amat kan soal matematik? Mungkin itulah kenapa saya masih bisa hidup sampai saat ini. Mungkin yang kata orang -orang manusia tidak bisa hidup tanpa matematika itu untuk orang-orang yang tidak bisa sama sekali. Nol besar sampai angka pun tak tahu bagaimana bentuknya.

Melantur. 
Mari kembali ke makna dan warna. Yang perpotongannya saya samakan. Hanya dibalik saja. Kau mau pilih mana? Makna dengan sedikit warna, atau warna dengan sedikit makna? Yang perlu kau ketahui, kadang berada di antara terlalu menyebalkan. Kau menjadi membosankan bagi yang penuh warna, dan menjadi tak sempurna bagi si penuh makna. Kau terjebak.


dari sini

5 komentar:

  1. gimana kalau aku warnai hidupmu dengan warnaku (dan juga warnamu tentunya) sehingga menjadikannya penuh makna?

    BalasHapus
  2. ayo ayo kemari kita warnai dan maknai bersama-samaa^^

    BalasHapus
  3. wah ada yang mesra-mesraan haha

    BalasHapus
  4. oooopss...lupa ini open space =p

    BalasHapus