Sabtu, 06 November 2010

Hari keenam. Cuplikan memori.

Hari  itu panas, dia berjalan kesusahan membawa tas beratnya. Entah kebiasaan dari mana, ia tak pernah bisa tidak membawa berbagai macam benda dalam tasnya. Kupikir mungkin kebiasaan itu dari ibunya. Ia selalu membawa tas besar dan berat. Kalau dia bawa tas kecil, pastilah bentuknya seperti gumpalan kain yang  biasa dipikul tukang jamu. Gembolan, istilahnya. Kakinya dengan sepatu kets biru favoritnya saling beradu. Sedikit-sedikit tersandung. Sedikit-sedikit terseret. Tugas reka bahannya dalam tas plastik besar dipegang erat-erat di tangan kanan. Rambutnya sedikit berantakan sisa tidak tidur semalaman. Menyeberang sendiri butuh waktu setengah jam untuknya. Apalagi di pertigaan situ. Mampus.

Image board
, sudah.
Produk, sudah.
Eksplorasi, ---dia memutar bola matanya--sudah dimanipulasi. Hehe.
Lampu merah tidak berguna. Angkot berhenti seenaknya. Ah, gimana ini nyebrangnyaaa... Sedikit panik Ia melangkah ragu-ragu. Lagi-lagi berbagai bayangan mengerikan muncul di kepalanya. Paranoid sendiri, mundur lagi. PAYAH!! Menyebrang heiii..sudah waktunya kamu masuk kelas untuk UAS!! Seorang pemuda turun dari angkot. Sesama mahasiswa. Mau menyebrang juga. Ah, sedikit lega, Ia ngekor di belakangnya. Sip, makasih mas tak dikenal, saya jadi bisa menyebrang, batinnya.

Tetap saja terlambat. Ia berdoa mati-matian supaya dosennya terlambat. Ah, dimana kuliahnya. Kelas lama atau kelas baru? Sms-sms, tahu-tahu sudah di depan gerbang jurusannya. Ya sudah sekalian lewat, pikirnya. Namun,tiba-tiba tekanan itu datang lagi. Sindrom otak kerdilnya jalan terus. Bodoh persis keledai. Ini kan tempat kuliahmu. Kenapa kamu ketakutan begitu sih? Takut dosenmu? Yah, wajar sih, kamu kan terlambat. Tapi bukan. Mahasiswa tidak tahu diri. Sudah terlambat tapi yang ditakutan bukan dosennya. Ah, kalau bisa ingin ke kelas baru saja. Jangan yang lama. Tapi yang lama memang harus dilewati sih, kalau kau tidak mau ketinggalan display.

DISPLAY??!!Oh, Tuhaann..sudah pasti Ia ketinggalan memilih tempat display. Oke, dimana saja jadilah. Yang penting produknya nampang buat UAS. Sudah susah-susah dibuat juga. Lama-lama Ia bisa bangkrut juga. Geleng-geleng kepala Ia melewati kelas lama. Ternyata disitu UAS yang dinanti-nanti. Meja sudah dipakai semua. Oke, satu, dua, tiga, hmm..beberapa kawannya juga ada yang belum datang tampaknya. Dosen seperti biasa tidak bisa diprediksi kapan datangnya. Tunggu ketua kelas saja yang mengumumkan (sungguh mahasiswa pengekor dan cari aman). Dan peluangnya untuk bisa memasang displaynya cukup baik. 50-50. Lucky bastard, pikirnya sambil senyum-senyum sendiri lalu mulai membentangkan kain alas di dua kursi yang dijadikan satu (nasib mahasiswa terlambat, jangan ditiru) di celah seadanya di antara meja-meja dengan display megah karya kawan-kawannya yang datang lebih dulu.

Jarum pentul, double tape, tempel sana, tempel sini, tusuk sana, tusuk sini. Image board dipasang, hasil eksplorasi dipamerkan, produk akhir dipajang. Setelah perjuangan beberapa bulan, walau tetap saja diselesaikan semalaman. Akhirnya, horee selesai!!

Nah,sekarang sambil tunggu dosen, mari kita ke kantin tetangga. Teh kotak dingin pasti menyegarkan. Rasa melayang karena belum tidur semalaman sebenarnya cukup menyenangkan. Sensasinya seperti ada sesuatu yang penting akan terjadi (UAS adalah salah satu contohnya). Ditambah kotak dingin rasanya jadi dua kali lebih menyenangkan. Tapi tetap saja otak kerdilnya yang bicara. Ketakutan-ketakutan tak jelas yang membayangi benaknya. Ia sendiri tidak mengerti. Seperti berada di dalam pertunjukkan sirkus untuk melihat binatang-binatang sirkus kesukaanmu, tapi kau sebenarnya takut pada badut-badut sirkus tersebut.  Begitu rasanya. Entahlah. Tidak bisa menemukan analogi yang lebih baik. Sudahlah lupakan, dosennya sudah mau datang kata si ketua kelas. Yang sedang di kantin tetangga kembali sambil membawa jajanan. Dasar cewek.

Teman-teman terlambatnya sudah berdisplay-ria juga. Macam-macam. Ada yang di celah-celah meja juga. Ada yang di atas base dadakan. Ada yang di pojokan, sedikit maksa. Yah, siapa cepat dia dapat, kawan. Tertawa miris si terlambat-terlambat ini. Produk yang diandalkan sekarang. Ketika penilaian berlangsung. Bergosip-bergosip-bergosip. Dasar cewek.

Berapa menit berlalu? dua puluh menit? sepuluh menit? setengah jam? Nilai-nilai bermunculan, disebutkan satu persatu. Dia tersenyum. Sama seperti yang lainnya. Ah, ini seperti menyaksikan film sadis. Menyebalkan melihat darah-darah bertebaran, tapi tetap saja ditonton. Apalagi kalau sutradaranya terkenal. Quentin Tarantino misalnya. Kill Bill. Sadis tapi artistik. Ah, apalah itu. Yang pasti kau ketagihan menontonnya. Sama seperti itu. Kau simpan saat nilai-nilai UAS itu bertebaran untuk kau bawa saat ini. Produk-produk itu. Apa kau akan membuatnya lagi? Ilmu terapan. Jangan karena modal. Mampus kau nanti.


[Tulisan berdasarkan kisah nyata. Ditulis dengan memori tercampur-campur antara reka bahan I dan II. Lampu atau tas-kalung. Momen yang ditangkap adalah sedikit jam-jam kepanikan sebelum display setiap kali UAS.Ironi.]





Tidak ada komentar:

Posting Komentar