Kamis, 11 November 2010

Hari Kesebelas. Matahari Dingin.

Abu-abu. Dingin. Berangin. Matahari putih. Langit putih. Silau tapi dingin. Terang merata. Perasaan spesial setiap kali tidak tidur semalaman. Ini hanya ada di kepalaku saja sepertinya. Bayangan ini. Jalanan sepi. Cuma ada aku dan orang tak berwajah itu. Masih misteri. Tapi suasana ini. Duduk di bangku bermain matahari dingin di pagi-pagi buta dan berangin. Buta tapi terang. Jam berapa harus kukejar? Antara jam lima atau enam pagi mungkin. Ketika shubuh baru selesai. Sehabis shalat langsung pergi. Dengan denyutan keras di kepala. Mata dingin dan berair tapi segar tersiram matahari yang dingin di jalan-jalan sepi berangin. Pagi-pagi sehabis tidak tidur semalaman. Rasa segar yang spesial sekali. Tenaga cadangan yang selalu siap kala dibutuhkan. Aku kecanduan rasa itu. Tenaga itu. Aku pasti kecanduan berat kalau tidak dihentikan. Adiktif. Untung suasana itu susah dicari. Aku belum bertemu lagi. Tapi ingin sekali aku bertemu lagi. Pagi-pagi kosong itu. Dengan matahari dinginnya. Luar biasa.

Apakah memoriku sudah mulai berbohong? Klinik hilang ingatan sudah buka kembali? Semua pelajaran ada disitu. Halaman-halamannya masih ada kan? Kamu tidak berbuat bodoh kan? Kamu tidak pergi ke klinik itu kan?

Memoriku belum berbohong. Dan aku tidak pergi ke klinik itu. Tapi lembaran-lembaran penuh pelajaran itu aku simpan dalam-dalam di koper-koper tua bekas ayahku dan kusimpan di lemari tinggi di kamarku. Lemari yang tinggi sehingga aku tidak bisa mengambilnya tanpa bantuan kakakku. Walau kopernya masih bisa kulihat mengintip malu-malu dari balik lemari. Di dalamnya ada setumpuk memori itu. Dia tidak berbohong. Memoriku belum berbohong padaku, atau tidak akan? Tidak bisa? Tapi dia tidak berani pula menunjukkan dirinya padaku. Ia bersembunyi di balik lemari tinggi. Di balik koper-koper tua. Mengintip saja sedikit. Dan aku tidak mengusiknya. Memori itu. TIdak kuusik sedikit pun. Walau kadang dia yang mengintip itu kulirik balik. Lalu kami sedikit bermain mata. Air mata. Kadang menetes. Kadang membeku.

Tutup mataku. Mana kain penutup mataku. Aku kehilangan kain itu sudah hampir setahun lalu. Ketika mataku harus dibuka, ketika silau matahari tepat jatuh ke kornea. Buta sejenak. Aku suka matahari. Walaupun membuatku buta saking silaunya. Aku tidak suka hujan. Aku lebih suka matahari. Aku suka matahari. Aku suka berkeringat di panas matahari dibanding menggigil kedinginan karena kehujanan. Aku suka sensasi sinar matahari yang jatuh di balik kelopak mataku yang menutup. Yang ketika dibuka kau jadi tidak bisa melihat apa-apa dan garis matamu hanya satu garis lurus. Sipit-sipit menghindari sinarnya.

Abu-abu. Masih abu-abu. Mungkin aku sebenarnya memang manusia pagi. Tapi pagi sebelum matahari hangat muncul. Pagi ketika yang muncul masih matahari dingin. Putih. Terang. Tapi dingin. Pagi sehabis tidak tidur semalaman. Lalu keluar sekitar pukul lima atau enam. Tepat sehabis shalat shubuh. Ya, pagi-pagi seperti itu. Dingin dan abu-abu. Itu aku. Aku kecanduan.



gambar dari Film Eternal Sunshine Of The Spotless Mind
Clementine Kruczynski  has had Joel Barish erased from her memory. Please never mention their relationship to her again.  Thank you

Tidak ada komentar:

Posting Komentar