Minggu, 25 November 2012

Catatan Dari Kereta.


Bagi saya kereta api itu seperti anak laki-laki nakal yang manis. Nakal tapi merindukan. Matanya jeli dan bersinar-sinar. Tapi kulitnya penuh debu. Habis berlarian main seharian. Tidak apa-apa, saya suka. Ingin dipeluk rasanya. Nyaman seperti pulang ke rahim ibu.

 Cahayanya temaram. Lihat kan, dia seperti bocah kecil lincah dan menggemaskan. Kakinya kotor terkena tanah. Perjalanan yang selalu membuatnya bersyukur.

Sang Kepala Stasiun seperti seorang ayah. Dia senantiasa berdiri tegak sekecil apapun stasiun miliknya itu. Membawa lampion merah-hijau dan plang bulat berwarna oranye neon. Berdiri tegak Ia seakan mengantar anaknya sendiri. Menyapa kami yang ada di dalamnya. Ramah sekali.

Sang Anak bermata jeli dan bergerak lincah. Menundukkan kepalanya penuh hormat. Berbunyi peluit keras. Pengumuman merindukan. Menantikan pulang. Kamu tidak bisa tidak akan jatuh hati pada setiap memori yang ditinggalkannya. Aroma dan udaranya.



 "Hey Kereta", saya menyapa. Wajahmu begitu ramah. Penuh debu dan luka. Tapi tetap lincah. Karena bagi saya kereta api itu seperti anak laki-laki nakal yang manis. Nakal tapi merindukan. Tidak bisa tidak. Saya jatuh cinta. Pada matanya yang jeli. Lincah dan menggemaskan.


Ketika kereta baru mulai bergerak, goyangannya membuaimu. Membiusmu ke masa lalu..
Tunggu saya ya.. Ini saya mengemasi barang-barang. :)

Rabu, 07 November 2012

Mimpi Basi.

Karena semalam tadi Dia bermimpi. Tentang kenangan. Yang harus dilepaskan. Seperti membuang bon ke tempat sampah. Atau membiarkan wangi-wangi menghilang ditelan udara. Ikhlas. Tak ada yang bisa disimpan. Kecuali kamu rela lemarimu disesaki oleh berpuluh-puluh, ratusan,ribuan bon yang tak bisa kamu buang. Kecuali hidungmu kau potong dan disimpan di botol parfum demi menciumi aromanya terus-terusan.

Tidak masuk akal.

Kelak Dia akan mengerti bagaimana melepaskan itu. Tidak perlu diteriaki seperti dalam mimpinya. Diteror puisi dan pidato-pidato penuh semangat yang diorasikan. Layaknya demonstrasi mahasiswa. Dalam mimpi itu Dia menangis. Harus menghadapi keihklasan. Seperti membuang sendal jepit yang sudah putus ke tong sampah. Tak ada yang bisa diperbaiki. Kamu harus beli yang baru. Supaya bisa berjalan nyaman lagi.

BASI.

Kan sudah dibilang.




Merenung Sejenak. - repost

[tulisan ini saya ambil dari Tumblr seorang teman]

(dimulai dengan basmallah dalam tulisan arab)

Aku tahu, rizkiku tak mungkin 
diambil orang lain
Karenanya, hatiku tenang

Aku tahu, amal-amalku tak
mungkin dilakukan orang lain
Maka, aku sibukkan diriku untuk beramal

Aku tahu, Allah selalu melihatku,
Karenanya, aku malu bila Allah mendapatiku melakukan
maksiat

Aku tahu, kematian menantiku,
Maka, kupersiapkan bekal untuk 
berjumpa dengan Rabbku

(Hasan al-Basri)



Mesjid Gede Kauman, Yogyakarta, 2012

Selasa, 12 Juni 2012

Cerita Tunggu.

Tadi Ia bersiap-siap seolah akan bertemu. Lalu terjadilah pertemuan itu. Seperti yang Ia duga. Tepat di depan pintu masuk. Dibayar tunai. Walau hanya sekejap. Dia juga tidak dilihat lagi. Tidak disapa lebih jauh lagi. Tidak tanya lebih jauh. Tidak padahal tidak. Ia juga dengan temannya. Bahkan sendiri. Tidak. Tidak sendiri. Ia hanya masih menunggu. Menunggu. M e n u n g g u .
 M m m e e n n n u u n g g  g g g g g u u u u u u u u u u.
M   e    n       u            n            g      g       u.
Tunggu. Tunggu. T u n g g u .
Tttttttt t t t t  uu u u u u n n n g g g g g g   g u u u u u u uuu.


Sabtu, 10 Maret 2012

Cerita Hilang.

Saya yang berlebihan atau memang hati ini terlalu lemah?

Saya hanya ingin mengeluh. Saya lihat matanya terakhir kali itu. Cepat pulang. Akan saya bukakan pintunya. Masuklah. Cepat.

Saya sediakan ikan terenak yang bisa kau makan. Saya berikan kotak-kotak kardus kesukaanmu yang bisa kau tempati sesuka hati. Saya persilakan kau duduk menemani di malam-malam dingin. Walau kadang kau menghalangi monitor. Mencari hangat lalu tidur di belakangnya.

Saya bukakan pintunya. Masuklah. Cepat.

:'((


Cerita Lelah.

Sudah saatnya Si Lelah ini berhenti. Lihat Ia terjatuh penuh air mata di hadapan lemah dan kotor. Lambannya membatasi. Uangnya menghentikan. Hatinya lemah. Tubuhnya kotor. Siapa lagi kalau bukan Si Lelah itu.

Ia percaya pada Tuhan. Satu, dua, tiga, empat, lima lapis membalut di tubuhnya. Kurang tebal juga rupanya. Kurang tabir yang masih tak Ia kuasa. Si Lelah semakin lemah dan kotor. Lelah, lemah, dan kotor. Masih belum cukup rupanya. Kehilangan menjadi tumpuannya. Lihat Ia menangis meraung-raung di kamar mandi pink yang biasanya menjadi tempat bernostalgianya. Si Lelah kehilangan.

Matanya mati dan lebam. Tak ada arti lagi air matanya. Tak cukupkan Ia menampung lemah dan kotornya. Hatinya penuh. Ia harus terus berdirikah? Sendirian. Si Lelah tak berkawan. Sudah cukup menyedihkan dalam dirinya. Terlalu menyedihkan. Kehilangan itu temannya.

Lihat kehilangan menari-nari di atas kepalanya. Si Lelah jatuh berlutut. Takluk. Kehilangan semakin menari-nari. Menyuarakan kerinduannya yang ternyata lebih rindu lagi akan hilang. Air liurnya menetes-netes. Air matanya menyatu. Ia berteriak tapi tak bersuara. Kotor dan lemah.

Si Lelah mengambil wudhu. Basah membasahi. Jiwanya kering. Hatinya lemah. Tubuhnya kotor. Mau minta apa pada Tuhan? Lebih dari cukup Ia sudah mencurigai kebahagiaan. Mengkhianati kenyamanan. Tak percaya pada kesempatan. Menyia-nyiakan kehadiran.

Lelah.

Lemah.

Kotor.


Minggu, 15 Januari 2012

Lagi-lagi.


Berhentilah jadi menyedihkan, karena kamu TIDAK menyedihkan.
Percaya saja, karena ini hati yang bicara, kau mendengarkan kan?


Sekarang semuanya kamu. Cuma kamu. Silakan putuskan.