Bagi saya kereta api itu seperti anak laki-laki nakal yang manis. Nakal tapi merindukan. Matanya jeli dan bersinar-sinar. Tapi kulitnya penuh debu. Habis berlarian main seharian. Tidak apa-apa, saya suka. Ingin dipeluk rasanya. Nyaman seperti pulang ke rahim ibu.
Sang Kepala Stasiun seperti seorang ayah. Dia senantiasa berdiri tegak sekecil apapun stasiun miliknya itu. Membawa lampion merah-hijau dan plang bulat berwarna oranye neon. Berdiri tegak Ia seakan mengantar anaknya sendiri. Menyapa kami yang ada di dalamnya. Ramah sekali.
Sang Anak bermata jeli dan bergerak lincah. Menundukkan kepalanya penuh hormat. Berbunyi peluit keras. Pengumuman merindukan. Menantikan pulang. Kamu tidak bisa tidak akan jatuh hati pada setiap memori yang ditinggalkannya. Aroma dan udaranya.
"Hey Kereta", saya menyapa. Wajahmu begitu ramah. Penuh debu dan luka. Tapi tetap lincah. Karena bagi saya kereta api itu seperti anak laki-laki nakal yang manis. Nakal tapi merindukan. Tidak bisa tidak. Saya jatuh cinta. Pada matanya yang jeli. Lincah dan menggemaskan.
Ketika kereta baru mulai bergerak, goyangannya membuaimu. Membiusmu ke masa lalu..
Tunggu saya ya.. Ini saya mengemasi barang-barang. :)