Malam itu Celia tertidur dengan mimpi paling tak Ia mengerti sepanjang hidupnya. Ia bermimpi tentang orang yang Ia cintai. Dengan banyak orang, dengan perjanjian pertemuan yang tak pernah terjadi. Malam itu Celia tertidur dengan perasaan paling kesepian sepanjang dua setengah tahun terakhir ini. Malam yang paling tak Ia sukai.
Paginya Ia terbangun dengan perasaan ingin hilang. Tahukah kau perasaan ketika terbangun di pagi hari dan kau tahu bahwa hari itu adalah hari terakhirmu memiliki sesuatu? Itu yang dirasakan Celia. Ia terbangun dan bergerak karena tahu bahwa waktunya tak banyak. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa Ia akan menikmati setiap detiknya di hari itu. Detik-detik Ia memilih kentang untuk dimasaknya. Detik-detik Ia meminta saran dari ibunya untuk memasak mashed potatoes yang lezat. Detik-detik Ia mengira-ngira berapa banyak oregano yang akan Ia tambahkan. Detik-detik Ia mengambil Tupperware untuk tempat mashed potatoesnya yang sudah jadi. Detik-detik Ia menutup resleting tempat bekalnya yang berwarna biru kotak-kotak. Celia ingin menikmati itu semua. Karena Ia tahu mulai besok walau Ia masih bisa memasak mashed potatoes dan memakai tempat bekal kotak-kotak birunya namun semuanya tak akan sama lagi. Celia tak akan merasakan hal yang sama lagi dengan apa yang dirasakannya selama tahun-tahun terakhir ini…
[Saya pernah bertanya padanya tentang Celia di sela-sela percakapan sms kami. Saya bertanya apa yang ada di bayangannya bila ada seseorang bernama Celia. Ia lalu mendefinisikan sosok Celia tersebut. Putih, tulisnya di sms itu. Rambutnya panjang, tidak terlalu lurus, dan memakai gaun biru selutut. Lalu saya juga bertanya padanya tentang rasa margarita. Dia bilang dia belum pernah merasakannya. Saya bilang saya ingin tahu bagaimana rasanya. Dia diam saja. Saat itu saya kira dia berada jauh di kotanya.
Esoknya, dia muncul di hadapan saya. Kejutan kecil yang manis. Ia tidak membawa Margarita tentunya, tapi Ia minta dibuatkan roti abon. Empat bulan itu pun raya.
Katanya saya suka mengingat-ingat hal yang tidak penting. Lucu, betapa hal yang tidak penting itu menjadi sangat penting bagi saya. Karena saya begitu menikmati setiap detik yang terjadi.]
Celia masih berdiri di tempat itu. Belokan yang paling disukainya. Tempat menunggunya. Atau tempatnya ditunggu. Hari ini di tangannya ada tempat bekal kotak-kotak biru itu. Ada mashed potatoes didalamnya. Celia masih berdiri, seolah-olah menunggu, seolah-olah ditunggu. Waktunya hanya hari ini. Ia ingin merasakan perasaan ini sekali lagi. Tapi Ia sudah memutuskan bahwa Ia akan menikmati setiap detiknya hari ini. Maka Ia berjalan. Ia melahap semua pemandangan yang dilewatinya puas-puas. Melihat jalan kecil berapotik itu. Merasakan turunan curam dengan perumahan bernama bunga di ujungnya itu. Belokan ke kiri itu. Jalanan dengan pohon-pohon dan perumahan bernama ilmu itu. Celia masih duduk dengan perasaan yang terakhirnya itu. Besok, dia tidak akan merasakannya lagi.
[Dia pernah berkata pada saya ketika saya menolak minum kopi kaleng miliknya, katanya orang yang suka rasa pahit lebih menghargai rasa daripada orang yang hanya merasakan manis saja. Saat itu saya mencoba menenggak isi kopi dalam kaleng itu. Tapi saya tetap tidak suka rasa pahitnya. Saat itu kami berjalan di lapangan tanah besar yang di pojoknya ada tumpukan sampah. Lapangan yang jika hujan turun membuat mobil selip tak keruan.]
Celia membuka pintu itu. Ruangan itu masih gelap. Celia tidak ingin mengganggu apapun. Ia takut menyentuh apapun. Ia takut bila Ia salah menyenggol atau bergerak, semuanya akan berakhir. Celia seperti berada dalam botol kaca yang tipis. Bila Ia tergelincir, maka pecah semua yang sudah Ia pertahankan. Dan disana, sumber ketakutan sekaligus kekuatannya berada. Dia terlelap. Celia takut mengusiknya. Celia hanya duduk diam-diam disana. Menatap sumbernya itu. Berharap saat Ia terbangun dan semuanya baik-baik saja. Celia bernapas satu-satu. Celia tahu setiap hirupan napasnya penuh dengan dua tahun ini. Semuanya seakan berkumpul di ruangan ini. Tinggal menunggu sumbernya terbangun, dan botol kaca tipis itu akan pecah. Celia berpikir, pergi sajakah sekarang,agar tak perlu baginya melihat pecahnya botol kaca tipis itu. Botol kaca yang dijaganya dua tahun ini. Atau sekalian saja Ia lebur bersama pecahannya? Saat itu Celia masih duduk diam-diam.
[Saya pernah ditegurnya, jangan mengungkit-ungkit waktu, tak ada yang penting tentang tanggal dan peringatan. Apa yang kita jalani saat ini, itu yang kita rayakan tanpa perlu dirayakan. Saya sebenarnya tahu, karena saya merayakan setiap detiknya, Setiap menitnya. Saat itu saya mendapat es krim di sore bermatahari. Persis image saya terhadapnya. Seperti sore di antara pukul setengah lima sampai setengah enam. Saat duduk di lapangan rumput besar. Atau dengan matahari hampir tenggelam dan kami berjalan jauh-jauh membeli monopoli kertas murahan untuk dimainkan bersama]
Celia memilih lebur bersama pecahan kaca itu. Maka Ia duduk diam-diam dan menunggu sampai kaca itu pecah. Celia masih mengira-ngira tentang rasa sakitnya ketika akhirnya botol kaca tipis itu pecah juga. Sumber ketakutan dan kekuatannya bangkit sekaligus. Merengkuhnya. Sampai Celia sadar, jalan yang tadi telah dilahapnya puas-puas harus dilaluinya lagi. Kini untuk berpamitan dan menghilang. Celia sudah lebur dan matanya buram seperti kaca es.
Ruangan itu, aroma itu, suasana itu, Celia menghirup, melihat, mendengar, dan meraba semua yang ada saat itu untuk disimpannya sampai nanti. Sampai memorinya akan membohonginya.
[Lalu hujan turun saat kami menyelesaikan makan malam kami. Makan malam yang terakhir yang saya makan bersamanya. Menu yang tidak akan saya makan lagi. Itu adalah terakhir saya makan juga. Sampai dua hari berikutnya, ketika sahabat saya mulai khawatir dan membiarkan saya makan seperti babi.]
Celia lalu menyimpan tempat bekal biru kotak-kotaknya.
[Dan lampu angka satu itu tidak pernah menyala lagi]
[Katanya saya suka mengingat-ingat hal yang tidak penting. Lucu, betapa hal yang tidak penting itu menjadi sangat penting bagi saya. Karena saya begitu menikmati setiap detik yang terjadi.]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar