Kalau saya panggil Ia, maka menangis Ia merintih-rintih berdarah-darah. Ada apa hati ini? Tertukar dimana hingga seperti ini?
Tuan Langit Pagi sudah mengetuk. Ayo dong bergerak. Jarum-jarum tajamnya sudah kamu injak-injak kan? Beling-beling itu sudah rata mencium tanah. Apalagi yang kamu rasakan? Lalu kenapa masih berair-air mata? Ginjalmu sudah kuat ya? Lambungmu sudah tak peduli ya?
Yang kau rasa kini di otakmu saja. Kotor. Dengki. Sakit.
Tuan Langit Pagi tak akan senang. Jangan kau buat pagi-pagimu mendung sendiri. Sudah cukup setiap pagi kau bunuh hatimu demi otak dan brankas kosong dunia. Hiraukan perut kau tidur melata di lantai lembab penuh kamper. Wanginya masuk meresap dalam setiap makanan yang kau telan. Air minum yang kau teguk.
Masih belum cukup kau tonjok setiap jeda pikiranmu. Kosong dan bodoh. Sampai kau buat Tuan Langit Pagi lelah sampai tertidur.
Kau terlalu takut. Pengecut yang benci kehilangan. Tertular darimana? Maukah kau hilangkan? Jangan buat pagi-pagimu lebih mendung lagi. Kau akan mati karenanya.
Kumohon, pergilah.Dan berhenti menangis. Saya disini. Kumohon. Saya tidak akan meninggalkanmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar