Bertahun-tahun Si Putri hidup di Tanah Barat dengan berbagai kenyamanan baru. Dia punya banyak sahabat dan saudara-saudara yang senantiasa meramaikan hari-harinya. Semuanya ada di Tanah Barat. Walaupun semakin lama jalan-jalannya banyak yang berlubang-lubang, atau beberapa tempat kesukaannya sudah hilang berganti keramaian, Ia tetap kerasan tinggal di Tanah Barat. Ya, seumur hidupnya Ia memang jarang bisa pergi kemana-mana. Jadi Ia tidak punya bayangan lain mengenai hidup selain di Tanah Barat. Bayangan-bayangan itu muncul hanya ketika kedua orang tuanya bercerita sedikit-sedikit mengenai Tanah Tengah, tempat asal kedua orang tuanya. Namun, tetap saja, mau semenarik apapun kedua orang tuanya bercerita, Ia akan tertidur di tengah-tengahnya. Sang Putri kecil mengantuk dan membiarkan cerita-cerita orang tuanya tentang Tanah Tengah merasuki mimpinya saja. Dan ketika Ia terbangun, maka matahari pagi Tanah Baratlah yang menyambutnya. Cerah dan sedikit berangin. Menunggunya memulai hari dengan kenyamanan yang ditawarkannya.
Sang Putri sendiri sudah beranjak remaja kala itu. Sedang menikmati kenyamanan senyaman-nyamannya. Dia sudah tidak peduli dengan sekitarnya. Terbuai kenyamanan yang tersedia berlimpah-limpah. Dia lupa. Sudah lama pula Ia tidak mendengarkan kisah-kisah orang tuanya tentang Tanah Tengah yang menurutnya membosankan itu. Sampai suatu hari, sedikit kenyamanannya terusik kala Ia mendapati ayahnya hilang dalam tugasnya. Ia bertanya pada ibunya dan kakak-kakaknya, tapi tidak ada yang bisa menjawab. Semenjak hari itu kenyamanannya pun berkurang drastis. Mau tidak mau kini Ia menoleh dan melupakan kenyamanan yang selama ini membuainya. Kakinya menapak lagi. Menemani ibunya. Walau masih dengan hati yang bertanya- tanya.
Hey Sang Putri! Bukankah sudah kukatakan sebelumnya, kenyamanan akan kehilangan artinya kalau sudah terlalu banyak? Seperti hal-hal lainnya. Kalau kau mendapatkan sesuatu dengan mudah, maka nilainya akan berkurang?
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar