Sabtu, 03 Desember 2011

Hari Ketiga. Memperkenalkan Si Putri Kecil.

Alkisah, hiduplah seorang putri kecil di Tanah Barat. Ya, Tanah Barat yang kemarin kuceritakan. Masih ingat kan? Dari sekian banyak penduduk yang hidup makmur dan nyaman di Tanah Barat, salah satunya adalah keluarga si putri kecil ini. Anak perempuan kecil ini merupakan anak bungsu di keluarganya. Ia lahir dan dibesarkan di Tanah Barat. Hal itu menjadikannya layak mendapat status 'pribumi' bagi Si Tanah Barat. Padahal, kedua orang tuanya pun awalnya adalah pendatang dari Tanah Tengah. Sang Ayah mengemban tugas yang harus diselesaikan di Tanah Barat sehingga Ia harus tinggal di sana. Sang Ibu pun dibawa serta. Si Putri pun tumbuh besar dikelilingi berbagai kenyamanan yang disediakan Tanah Barat. Ia minum airnya yang sejuk dan jernih. Ia makan berbagai sayuran hijau yang segar karena di Tanah Barat sayur-sayuran tumbuh subur dan melimpah. Hidup Sang Putri sungguh nyaman dan mudah. Kedua kakaknya pun sangat sayang padanya. Tanah Barat jadi alas kakinya. 

Bertahun-tahun Si Putri hidup di Tanah Barat dengan berbagai kenyamanan baru. Dia punya banyak sahabat dan saudara-saudara yang senantiasa meramaikan hari-harinya. Semuanya ada di Tanah Barat. Walaupun semakin lama jalan-jalannya banyak yang berlubang-lubang, atau beberapa tempat kesukaannya sudah hilang berganti keramaian, Ia tetap kerasan tinggal di Tanah Barat. Ya, seumur hidupnya Ia memang jarang bisa pergi kemana-mana. Jadi Ia tidak punya bayangan lain mengenai hidup selain di Tanah Barat. Bayangan-bayangan itu muncul hanya ketika kedua orang tuanya bercerita sedikit-sedikit mengenai Tanah Tengah, tempat asal kedua orang tuanya. Namun, tetap saja, mau semenarik apapun kedua orang tuanya bercerita, Ia akan tertidur di tengah-tengahnya. Sang Putri kecil mengantuk dan membiarkan cerita-cerita orang tuanya tentang Tanah Tengah merasuki mimpinya saja. Dan ketika Ia terbangun, maka matahari pagi Tanah Baratlah yang menyambutnya. Cerah dan sedikit berangin. Menunggunya memulai hari dengan kenyamanan yang ditawarkannya.

Sang Putri sendiri sudah beranjak remaja kala itu. Sedang menikmati kenyamanan senyaman-nyamannya. Dia sudah tidak peduli dengan sekitarnya. Terbuai kenyamanan yang tersedia berlimpah-limpah. Dia lupa. Sudah lama pula Ia tidak mendengarkan kisah-kisah orang tuanya tentang Tanah Tengah yang menurutnya membosankan itu. Sampai suatu hari, sedikit kenyamanannya terusik kala Ia mendapati ayahnya hilang dalam tugasnya. Ia bertanya pada ibunya dan kakak-kakaknya, tapi tidak ada yang bisa menjawab. Semenjak hari itu kenyamanannya pun berkurang drastis. Mau tidak mau kini Ia menoleh dan melupakan kenyamanan yang selama ini membuainya. Kakinya menapak lagi. Menemani ibunya. Walau masih dengan hati yang bertanya- tanya.

Hey Sang Putri! Bukankah sudah kukatakan sebelumnya, kenyamanan akan kehilangan artinya kalau sudah terlalu banyak? Seperti hal-hal lainnya. Kalau kau mendapatkan sesuatu dengan mudah, maka nilainya akan berkurang?

(bersambung) 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar