Minggu, 28 November 2010

Hari Kedua Puluh Delapan. Sekilas dari Apotek.

Sore-sore bermatahari di pinggiran kota selalu berdebu. Mari kita tengok sejenak seorang gadis di apotek itu. Duduk termenung menatap aspal. Padahal itu Hari Sabtu. Sore pula. Waktunya kembali ke peradaban. Mimpi sejenak sebelum kembali nyata. Lucu mendapati nyatanya dulu kini menjadi mimpi yang bisa diraih hanya sedikit di ujung minggu. Tapi mimpi selalu menjadi tujuan kan? Pendorong hidup kala kau kehilangan pegangan. Itulah kenapa orang-orang bermimpi. Kini mimpi itu yang ditujunya. Bawanya bergerak melalui semua ini kini. Mimpi-mimpi kecil yang Ia gantung setinggi-tingginya.

Gadis di apotek itu masih duduk. Resah. Kini hujan turun rata. Merapatkan langit. Masih ditunggunya penuntunnya pulang. Yang mungkin sedang kehujanan. Paginya yang cerah. Yang tidak suka hujan. Sama sepertinya. Tidak suka hujan yang membuat mereka tidak bisa piknik. Yang membuat sore-sore mendung dan siang-siang murung, Ah hujan, cepat reda, gadis di apotek semakin resah.

Kakinya menapak erat-erat. Menjejak bumi. Tapi bergaung di kepalanya suara hujan. Gemuruh.

"Tengok belakang"

Dan Ia dijemput.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar